Friday, December 19, 2014

Jumma Mubarak


Alhamdulillah udah Jum'at lagi, hari yang selalu ditunggu karena tinggal sehari  kerja dan hari lahir gue juga sih hehehehe. Basicnya semua hari sama bagusnya tapi seneng aja sama hari Jum'at #keukeuh (*_^))

Apalagi ngantor gak ada boss, berasa banget berkahnya dihari Jum'at. Hari Raya Magabut banget dan seperti biasa jungkir baliknya cuma di dumay disambi kerjaan kantor yang asal lewat, teleponan and sms'an sama #pujaanhati_orang_lain #hihihih,  jadi kelihatannya sibuk padahal mah iya sibuukkk hahahah #apaseehhhh

Nggak tau kenapa ya perasaan kalo hari Jum'at berasa lebih religius aja, bukan berarti hari-hari lain nggak yaaa #jangansalahngartiindeh,  dari malem Kamis dah mulai dengerin murottal dari para pemilik suara malaikat #mashaAllah, menyejukkan hati, sampe settingan music di bebe #bb_getoh diganti sama surat2 Qur'an #niat_taubat #alhamdulillah. Kalo lagi gak verboden #baca_dtgbln biasanya baca sendiri, gak usah denger suara nya yang penting niat ibadahnya #uhukkss.

Waktu masih di Jakarta, Jum'at itu kudu maksi keluar kantor, rame-rame para perempuan rumpi melakukan aktivitas mingguannya, dari yang window shopping sampe yang shopping beneran, heboh riweuh tapi fun. Malemnya biasa deh sama temen-temen deket berkelana dari cafe ke cafe, masa lalu yang sudah berlalu pastinya hehehe.

Well, buat yang besok libur selamat menikmati waktu yang berharga bersama keluarga. Saya tetep kerja demi sesuap recehan modal bikin warung di Jakarta nanti, aamiin.

Semoga teman-temanku semua selalu dalam lincungan ALLAH SWT dan tetap semangat menghadapi hidup ini, caiyooo....

Faisalabad, Musim dingin, Des 2014




Aku dan Negara bernama Pakistan

Pakistan adalah sebuah negara di Asia Selatan, secara resmi bernama Republik Islam Pakistan (bahasa Urduاسلامی جمہوریۂ پاکِستان), tidak pernah ada dalam benak saya untuk mengunjungi apalagi menetap disini, dan nyatanya sudah masuk tahun ke-9 saya berada disini. Sedikit cerita dimasa sekolah, kalau ada seseorang berbicara tidak jelas kita akan mengejeknya "jangan pakai bahasa Urdu"...jujur saat itu saya pribadi tidak tahu kalau Urdu adalah bahasa nasional Negara Pakistan, dan sekarang saya harus berbicara dengan semua orang disini dengan bahasa itu....hidup memang penuh misteri (1).

Dulu sewaktu di Jakarta saya "kurang suka"  dengan orang-orang dari negara sebelahnya Pakistan, sewaktu bekerja di daerah Hayam Wuruk didaerah Kota Jakarta Barat, saya sudah terganggu dengan aroma tubuh mereka, karena sering satu lift pulang pergi ke kantor, kebetulan di lantai yang berbeda ada sekolah bisnis atau manajemen yang kebanyakan muridnya keturunan negara tetangga Pakistan itu,  mungkin itu pertanda kalau saya akan berada di Pakistan dan tetap saya tidak pernah berfikir sampai sejauh itu.

Saya penggemar berat segala sesuatu yang berbau Jepang, dari tahun 93 saya sudah mulai kursus bahasa Jepang dari yg di Gunung Sahari (EverGreen) sampai yang keren di Jl.Wijaya (JakartaCommunicationClub) dengan guru-guru nativenya, dari kelas yang beramai-ramai, sampai kelas private karena kesibukan saya ngantor jadi waktunya berbenturan. Di ingat-ingat ternyata saya pernah satu kelas dengan puterinya Bapak Wiranto dan menantu beliau yang dulu masih pacaran dengn puterinya...apa kabar Ail dan Abdi? (^_^)) 

Well balik ke cerita utama....kenapa saya berada di negara ini?

Ceritanya dipersingkat aja ya, takut bosen hihihih....., setelah punya pacar orang Jepang dan akhirnya menikah dengan Jepang yang muallaf,  babak baru kehidupan dimulai, setelah 5 tahun menikah kami hijrah ke Jepang, soal hidup saya terbiasa mudah beradaptasi, alhamdulillah selalu diberi kelebihan tersebut sama ALLAH SWT.....di Jepang kehidupan berbeda jauh dengan Jakarta, walaupun rumah ex saya bukan seperti kandang burung seperti yang banyak di beritakan tentang kehidupan di Jepang. Tapi hidup di Jepang tidak bisa terlalu banyak leha-leha (baca:santai), kecuali sang suami punya kerjaan bagus dan bergaji besar mungkin saja, tapi cicilan rumah, mobil dan keperluan hidup yang serba mahal, menuntut seisi rumah untuk bekerja menyumbangkan penghasilannya. Mungkin juga karena saya terbiasa menjadi seorang wanita pekerja, gak bisa diem juga sayang otaknya kalo dianggurin, akhirnya saya bekerja, saya pilih yang sesuai dengan passion saya, memasak....jangan bayangin saya jadi koki ya....saya awalnya hanya pencuci piring disebuah dining resto yang menyatu dengan hotel di daerah sibuk Nagoya. 
Saya menyukai pekerjaan itu sampai akhinya pelan-pelan sang Koki kepala melihat kalau saya mudah beradaptasi, akhirnya "naik pangkat"  boleh bantu iris sayuran, mecahin telur yang dalam sehari bisa ratusan, menata makanan untuk pesanan luar, sampai akhirnya diperbolehkan menjadi pelayan langsung dari meja ke meja, juga tamu-tamu yang menginap dihotel yang bisa ratusan jumlahnya. Menata makanan Jepang tidak semudah menata makanan yang bias kita lihat sehari-hari, estetika kulinernya sangat tinggi, tidak boleh asal dan harus seragam 100%, sungguh melelahkan tapi selalu ada semangat ingin terus bertahan dan berhasil di negara keras itu. Rekan sejawat rata-rata nenek dan kakek yang mandiri, mereka tidak tergantung dengan anak-anak mereka atau memang sebatang kara.  Tapi, tidak dengan kehidupan dirumah....beratnya luar biasa, mungkin karena perbedaan budaya dan kurangnya saling pengertian sehingga menyebabkan ketidak harmonisan, kebetulan dirumah ex ada ibu dan adik perempuannya yang sudah menikah dengan anak remajanya yang kurang tata krama seperti kebanyakan remaja-remaja Jepang yang broken home....akhirnya kurang dari 2 thn saya memutuskan angkat kaki dari Negara Sakura itu, proses didalam rumah berlarut-larut walaupun proses diatas kertas cuma perlu 1 jam saja. 

Dari situ saya berfikir untuk "jalan-jalan" dulu gak usah balik ke Indo, pilihan jatuh ke Pakistan, karena ada seseorang dari negara itu yang sudah lama menetap di Jepang dan saya lihat baik, rupanya gayung bersambut jadilah "nekat" saya ke Pakistan dengan tujuan kerumah beliau. Orangnya lumayan moderat, atau sayanya yang terlalu berfikir "terbuka"....saya tidak pernah takut dengan apapun kehidupan yang ada didepan saya, karena saya yakin itu semua sudah menjadi rencana ALLAH SWT, jadi saya jalani dan hadapi saja, sedikit ngomel, kesel nggrutu ya nggak apa-apa kan? wajar sifat manusia begitu, apalagi saya bukan orang yang terlalu agamis, hanya berusaha menjadi orang Islam yang baik bagi semua manusia. Dan, entah apa yang diceritakan lelaki Pakistan ini ke keluarganya, yang pasti saya datang tidak untuk menikahi dia, bukan sebagai calon pengantin, tapi yang menjemput saya di bandara satu peleton, mengingat di Pakistan satu keluarga mempunyai arti jumlahnya sangat besar, saya yang kecil kurus imut dan manislah hahahah.....terkaget-kaget dibuatnya, karangan bunga, jalan-jalan keliling kota sampai menjelang subuh, benar-benar penyambutan yang luar biasa....sweet memory pake bingits (kosakata jaman kini)....3 bulan saya menjadi tamu keluarga, kehangatan, kebaikan dan yang manis-manis sudah disuguhkan untuk saya, dari awalnya tidak ada niat sampai akhirnya tidak kuasa menolak saat sang Ibu suri, anak-anaknya, cucunya yang mengatas namakan si lelaki itu meminta saya untuk tidak pergi dan meminang saya agar menikahi anaknya itu. Akhirnya saya terima dan September 2006 resmi saya menjadi pengantin Pakistani.

Bahasa, budaya dan adat istiadat yang berbeda tidak menganggu saya, justru saya jadikan tantangan yang harus ditaklukan....berhasil pastinya TAPI saya lebih terlihat menakutkan untuk mereka, karena jadi seperti cabe rawit, kecil bentuknya tapi pedasnya luar biasa. Saya bukan type manis didepan tapi beda dibelakang, saya tidak suka berpura-pura untuk menyenangkan orang lain, jika saya senang, suka, sedih dan kesal, akan terlihat jelas di raut wajah saya, dan itu TIDAK BOLEH bagi orang Pakistan, terutama perempuan Pakistan, mereka sangat ahli menyembunyikan semua duka lara mereka dengan sunggingan senyuman, bagi yang sudah menikah, kunjungan ke rumah orang tua sendiri sama artinya menumpahkan segala unek-unek yang dipasang di topeng mereka selama berada di rumah mertua, luar biasa dan saya tidak bisa dan tidak mau belajar menjadi seperti itu.

Setiap manusia tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi kemudian didalam hidupnya, begitu juga saya. Jenuh saya rasa nggak juga, saya punya pekerjaan bagus di Pakistan, kehidupan yang menyenangkan secara pribadi, tapi saya tetap merindukan Jakarta tempat saya lahir dan dibesarkan, jungkir balik disetiap sudutnya, selalu ada kerinduan yang harus dituntaskan....Pakistan memberi saya banyak pelajaran berharga, sangat berharga....belajar sabar, belajar mengenal karakter orang lain, utamanya karakter penjilat hehehe.....belajar kulinernya (terimakasih Aami Jaan yang sudah mau berbagi semua resep-resep otentiknya), belajar berkata tidak yang sebelumnya sangat sulit saya lakukan, banyakk dan banyaakk lagi hal-hal yang diluar dugaan dan saya pelajari di negara ini. Saya memang "keras" terhadap perempuan-perempuan muda yang sedang menjalin hubungan dengan laki-laki Pakistani, karena saya hanya ingin berbagi kalau kehidupan disini tidak seperti yang ada dalam gambar-gambar itu, atau bualan-bualan para lelaki di webcam itu, saya yang nggak digombalin aja merasa terlalu keras hidup disini, apalagi kalian yang digombali? kenyataan tidak sesuai dengan cerita bisa-bisa penonton kecewa huuuuuuuuu.... lebih baik menghindar sebelum terperosok, tapi kalau nekat paling tidak sudah tahu gambarannya, jodoh ditangan Tuhan dan ALLAH pasti akan memberi kekuatan menghadapi semuanya jika memang harus terperosok dan semangat untuk bangkit lagi, aamiin.

Saya kutip penggalan status seseorang disalah satu sosial media....
Dikala seseorang memiliki tujuan baru dalam hidup akan memancar dalam dirinya kemauan, kekuatan dan harapan, padahal tadinya hal ini ia rasakan tidak ada dalam dirinya. Itu sebabnya kala kita mengalami kelelahan, kebosanan dan keterpurukan hidup kita harus meletakkan tujuan baru agar mampu bangkit dari keadaan itu
Bagi seorang muslim yang tujuan hidupnya jelas menuju ALLAH jalan kesana tentulah panjang dan melelahkan setiap harinya kita perlu selalu memperbaharui niat agar tetap fokus pada tujuan dengan kemauan yang kuat.

Kelak...jika saya kembali ke Jakarta, saya tidak akan pernah melupakan negara ini, buat saya pribadi, Pakistan sangat bagus jika diikat dengan hati sebagai "saudara jauh" bukan sebagai "belahan jiwa" .... bersyukurlah bagi kalian yang bisa menyatukan jiwa yang terbelah itu diselingi celoteh-celoteh nan lucu malaikat kecil pelipur lara. Bagi yang kurang beruntung menyatukan serpihan-serpihan jiwanya, tetaplah bersyukur, selalu ada rencana indah dari ALLAH SWT, dan positifnya, selalu banyak hal baik yang kita bisa petik dan pelajari....tetaplah menjadi insan yang bersemangat, semangat menjaga hal-hal baik, semangat keluar dari hal yang tidak baik....semangat terus seperti slogan negara ini Pakistan Zindabad.

Faisalabad, Musim dingin , Des 2014.
  
Nih saya kasih bonus ya, foto-foto waktu acara pernikahan saya di Pakistan, September 2006. 

Acara Mehndi, seperti malam midodareni kalau di Jawa



Setelah Akad nikah




Di pelaminan



Dikamar pengantin